Bahasa Arab adalah bahasa Agama Islam dan bahasa Al-Qur’an,
seseorang tidak akan dapat memahami kitab dan sunnah dengan pemahaman yang
benar dan selamat (dari penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab. Menyepelekan
dan menggampangkan Bahasa Arab akan mengakibatkan lemah dalam memahami agama
serta jahil (bodoh) terhadap permasalahan agama.
Sungguh sangat ironis dan menyedihkan, sekolah-sekolah
dinegeri kita, bahasa Arab tersisihkan oleh bahasa-bahasa lain, padahal
mayoritas penduduk negeri kita adalah beragama Islam, sehingga keadaan kaum
muslimin dinegeri ini jauh dari tuntunan Allah ta’ala dan Rasul-Nya.
Maka seyogyanya anda sekalian wahai penebar kebaikan…
mempunyai andil dan peran dalam memasyarakatkan serta menyadarkan segenap
lapisan masyarakat akan pentingya bahasa Al Qur’an ini, dengan segala kemampuan
yang dimiliki, semoga Allah menolong kaum muslimin dan mengembalikan mereka
kepada ajaran Rasul-Nya yang shohih. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan
pertolongan Allah ta’ala. Segala puji hanyalah bagi Allah Tuhan
semesta alam.
A. Dasar Pentingnya Bahasa Arab
1. Bahasa Arab adalah bahasa wahyu. al-Qur’an menyebutkan
bahasa Arab sebagai bahasa wahyu sebanyak 11 kali, (QS. al-Zukhruf: 3, Yusuf:
2, Fussilat: 3 & 44, al-Syura: 7, al-Ahqaf: 12, al-Ra’d: 37, al-Nahl: 103,
Taha: 113, al-Syu’ara: 192-195 dan al-Zumar: 27-28), di antara bunyi Firman tsb
adalah: “Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran dalam bahasa Arab agar kamu
mengerti”. (QS. Yusuf 2)
2. Bahasa Arab adalah Bahasa yang bersifat ilmiah dan unik.
Di antaranya mempunyai akar kata dan tasref (conjugation) yang bisa mencapai
3.000 bentuk perubahan yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.
3. Bahasa Arab adalah Pemelopor peradaban. Sebab bahasa Arab
digunakan di peringkat internasional selama 8 abad dalam bidang keilmuan,
politik, ekonomi, dll. Sehingga banyak sekali kata-kata Arab yang dipinjam oleh
bahasa lain hingga kini. Contoh ringkas kata Arab yang dipinjam dalam bahasa Indonesia:
akal, ajaib, alkohol, aljabar, asykar, atlas, bakhil, falak, kertas, ilmiah,
kimia, mayit, nisbi, wakil, zalim dll. Sedangkan dalam bahasa Inggris, di
antara kata-kata hasil pinjaman adalah: admiral (amÊr al-raÍl), adobe (al-tËb),
alcalde, cadi, cauzee (al-qÉÌÊ), arsenal (dÉr al-ÎinÉ’), alkanet (al-ÍinÉ’), cable
(Íabl), checkmate (shÉh mÉt), cheque (shÊk), divan (diwÉn), kohl (kuÍl),
magazine (makhÉzin), mummy (mËmiyÉ’), sugar (sukkar) syrup (sharÉb) dll.
4. Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an, tonggak peradaban dan
merupakan bagian dari agama. Bahkan Imam Syafi’i mengharuskan setiap Muslim
untuk belajar bahasa Arab.
5. Maka hendaklah setiap Muslim belajar bahasa Arab semaksimal
mungkin, sehingga dia dapat (mengetahui makna) kesaksian tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. (Imam Syafi’i, al-Risalah, ed. Ahmad M.
Syakir, 48)
B. Pengaruh Bahasa Arab Untuk Pendidikan
1.
Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan
Islam
sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah ta’ala
berfirman, “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan.” (QS. Al
‘Alaq: l)
Melalui
bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah
menjadi sarana mentransfer pengetahuan. Bukti konkretnya, banyak ulama yang
mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal
dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini,
seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada
keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang
ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Sebagai
contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati As Sab’i Al Mutawatirati ‘Anil
Aimmati Al Qurrai As Sab’ah, adalah matan syair yang berisi pelajaran qiraah
sab’ah, karangan Imam Al Qasim bin Firah Asy Syathibi. Buku lain yang
berbentuk untaian bait syair, Al Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid
karya Imam Muhammad bin Muhammad Al Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits,
ada kitab Manzhumah Al Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al
Baiquni. Dan masih banyak contoh lainnya.
2.
Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir
Dalam hal
ini, Umar bin Khaththab berkata, “Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya
ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan.”
Pengkajian
bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa
Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal
itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasinya. Dan ini
salah satu faktor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual
seseorang. Pasalnya, seseorang diajak untuk merenungi dan memikirkannya.
Renungkanlah firman Allah ta’ala, “Barangsiapa yang menyekutukan
sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh
burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS Al Hajj: 31)
Lantaran
dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka permisalan orang yang melakukannya
bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang langsung disambar burung sehingga
terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal orang musyrik, ketika ia
meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai menyambarnya sehingga
terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka hancurkan. (Tafsir As
Sa’di)
3.
Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
Orang
yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan bahwa bahasa ini merupakan sarana
untuk membentuk moral luhur dan memangkas perangai kotor.
Berkaitan
dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab
akan berpengaruh sekali terhadap daya intelektualitas, moral, agama (seseorang)
dengan pengaruh yang sangat kuat lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek
positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini dari kalangan sahabat,
tabi’in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”.
(Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 204)
Misalnya,
penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai
dengan akhlak yang baik:
Manusia senantiasa dalam
kebaikan,
selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi,
selama kulitnya belum terkelupas
Demi AIlah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna
selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi,
selama kulitnya belum terkelupas
Demi AIlah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna
Juga ada untaian syair yang
melecut orang agar menjauhi tabiat buruk.
Imam Syafi’i mengatakan:
Imam Syafi’i mengatakan:
Bila dirimu ingin hidup
dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu
mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga)
memiliki lidah.
dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu
mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga)
memiliki lidah.
Jadi,
bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya
menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan
terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan
mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya
dalam kehidupan.
Diangkat
dari Al Atsaru At Tarbawiyah Li Dirasati Al Lughah Al ‘Arabiyyah,
karya Dr. Khalid bin Hamid Al Hazimi, dosen Fakultas Dakwah dan Ushuluddin
Universitas Islam Madinah. Majalah jami’ah Islamiyyah, edisi 125 Th. 1424 H.
Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 02/IX/1426H, Rubrik
Baituna, hal. 05 – 08.
C. Keutamaan Bahasa Arab
Tidak
perlu diragukan lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab
dan berusaha menguasainya. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa
Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik yang pernah ada
sebagaimana firman Allah ta’ala:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wÎ/ttã öNä3¯=yè©9 cqè=É)÷ès? ÇËÈ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa
Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”{Yusuf : 2}
Ibnu
katsir berkata ketika menafsirkan surat
Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam
bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas,
dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab
yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia
(yaitu: Rosulullah), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui
perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab
inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah
Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan),
sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu
Katsir, Tafsir surat
Yusuf).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan
kitab-Nya dan menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan
Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi
dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui
ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab
merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab
mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar
agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin
dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil
Mustaqim).
Sungguh
sangat menyedihkan sekali, apa yang telah menimpa kaum muslimin saat ini, hanya
segelintir dari mereka yang mau mempelajari bahasa Arab dengan serius. Hal ini
memang sangat wajar karena di zaman modern ini banyak sekali kaum muslimin
tenggelam dalam tujuan dunia yang fana, Sehingga mereka enggan dan malas
mempelajari bahasa Arab. Karena mereka tahu tidak ada hasil duniawi yang bisa
diharapkan jika pandai berbahasa Arab. Berbeda dengan mempelajari bahasa
Inggris, kaum muslimin di saat ini begitu semangat sekali belajar bahasa
Inggris, karena mereka tahu banyak tujuan dunia yang bisa diperoleh jika pandai
bahasa Inggris, sehingga kita dapati mereka rela untuk meluangkan waktu yang
lama dan biaya yang banyak untuk bisa menguasai bahasa ini. Sehingga
kursus-kursus bahasa Inggris sangat laris dan menjamur dimana-mana walaupun
dengan biaya yang tak terkira. Namun bagaimana dengan kursus bahasa Arab…???
seandainya mereka benar-benar yakin terhadap janji Allah ta’ala untuk
orang yang menyibukkan diri untuk mencari keridhoanNya, serta yakin akan
kenikmatan surga dengan kekekalannya, niscaya mereka akan berusaha keras untuk
mempelajari bahasa arab. Karena ia adalah sarana yang efektif untuk memahami
agama-Nya.
Kenyataan
ini tidak menunjukkan larangan mempelajari bahasa Inggris ataupun lainnya. Tapi
yang tercela adalah orang yang tidak memberikan porsi yang adil terhadap bahasa
arab. Seyogyanya mereka juga bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam
mempelajari bahasa Arab.
Syaikh
Utsaimin pernah ditanya: “Bolehkah seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa
Inggris untuk membantu dakwah ?” Beliau menjawab: “Aku berpendapat,
mempelajari bahasa Inggris tidak diragukan lagi merupakan sebuah sarana. Bahasa
Inggris menjadi sarana yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik, dan
akan menjadi jelek jika digunakan untuk tujuan yang jelek. Namun yang harus
dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab karena
hal itu tidak boleh. Aku mendengar sebagian orang bodoh berbicara dengan bahasa
Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, bahkan sebagian mereka yang tertipu lagi
mengekor (meniru-niru), mengajarkan anak-anak mereka ucapan “selamat berpisah”
bukan dengan bahasa kaum muslimin. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berkata
“bye-bye” ketika akan berpisah dan yang semisalnya. Mengganti bahasa Arab,
bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang paling mulia, dengan bahasa Inggris adalah haram.
Adapun menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana untuk berdakwah maka tidak
diragukan lagi kebolehannya bahwa kadang-kadang hal itu bisa menjadi wajib.
Walaupun aku tidak mempelajari bahasa Inggris namun aku berangan-angan
mempelajarinya. terkadang aku merasa sangat perlu bahasa Inggris karena
penterjemah tidak mungkin bisa mengungkapkan apa yang ada di hatiku secara
sempurna.” (Kitabul ‘Ilmi).
Dan
termasuk hal yang sangat menyedihkan, didapati seorang muslim begitu bangga
jika bisa berbahasa Inggris dengan fasih namun mengenai bahasa Arab dia tidak
tahu?? Kalau keadaannya sudah seperti ini bagaimana bisa diharapkan Islam maju
dan jaya seperti dahulu. Bagaimana mungkin mereka bisa memahami syari’at dengan
benar kalau mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Arab…???
D. Hukum Orang Yang Mampu Berbahasa Arab Namun Berbicara
Menggunakan Bahasa Selain Bahasa Arab
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Dibenci seseorang berbicara dengan bahasa
selain bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan syiar Islam dan kaum muslimin.
Bahasa merupakan syiar terbesar umat-umat, karena dengan bahasa dapat diketahui
ciri khas masing-masing umat.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Asy-Syafi’iy
berkata sebagaimana diriwayatkan As-Silafi dengan sanadnya sampai kepada
Muhammad bin Abdullah bin Al Hakam, beliau berkata: “Saya mendengar
Muhammad bin Idris Asy-syafi’iy berkata: “Allah menamakan orang-orang yang
mencari karunia Allah melalui jual beli (berdagang) dengan nama tu’jar (tujjar
dalam bahasa Arab artinya para pedagang-pent), kemudian Rosululloh juga
menamakan mereka dengan penamaan yang Allah telah berikan, yaitu (tujjar)
dengan bahasa arab. Sedangkan “samasiroh” adalah penamaan dengan bahasa `ajam
(selain arab). Maka kami tidak menyukai seseorang yang mengerti bahasa arab
menamai para pedagang kecuali dengan nama tujjar dan janganlah orang tersebut
berbahasa Arab lalu dia menamakan sesuatu (apapun juga-pent) dengan bahasa
`ajam. Hal ini karena bahasa Arab adalah bahasa yang telah dipilih oleh Allah,
sehingga Allah menurunkan kitab-Nya yang dengan bahasa Arab dan menjadikan
bahasa Arab merupakan bahasa penutup para Nabi, yaitu Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kami katakan seyogyanya setiap orang yang
mampu belajar bahasa Arab mempelajarinya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang
paling pantas dicintai tanpa harus melarang seseorang berbicara dengan bahasa
yang lain. Imam Syafi’iy membenci orang yang mampu berbahasa Arab namun dia
tidak berbahasa Arab atau dia berbahasa Arab namun mencampurinya dengan bahasa
`ajam.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Abu Bakar
bin ‘Ali Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushanaf: “Dari Umar bin
Khattab, beliau berkata: Tidaklah seorang belajar bahasa Persia kecuali
menipu, tidaklah seseorang menipu kecuali berkurang kehormatannya. Dan Atho’
(seorang tabi’in) berkata: Janganlah kamu belajar bahasa-bahasa ajam dan
janganlah karnu masuk gereja – gereja mereka karena sesungguhnya Allah
menimpakan kemurkaan-Nya kepada mereka, (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad berkata: “Tanda keimanan pada orang ‘ajam (non
arab) adalah cintanya terhadap bahasa arab.” Dan adapun membiasakan
berkomunikasi dengan bahasa selain Arab, yang mana bahasa Arab merupakan syi’ar
Islam dan bahasa Al-Qur’an, sehingga bahasa selain arab menjadi kebiasaan bagi
penduduk suatu daerah, keluarga, seseorang dengan sahabatnya, para pedagang
atau para pejabat atau bagi para karyawan atau para ahli fikih, maka tidak
disangsikan lagi hal ini dibenci. Karena sesungguhnya hal itu termasuk tasyabuh
(menyerupai) dengan orang `ajam dan itu hukumnya makruh.” (Iqtidho
Shirotil Mustaqim).
Khurasan,
yang penduduk kedua kota tersebut berbahasa Persia serta menduduki Maghrib,
yang penduduknya berbahasa Barbar, maka kaum muslimin membiasakan penduduk kota
tersebut untuk berbahasa Arab, hingga seluruh penduduk kota tersebut berbahasa
Arab, baik muslimnya maupun kafirnya. Demikianlah Khurasan dahulu kala. Namun
kemudian mereka menyepelekan bahasa Arab, dan mereka kembali membiasakan bahasa
Persia
sehingga akhirnya menjadi bahasa mereka. Dan mayoritas mereka pun menjauhi
bahasa Arab. Tidak disangsikan lagi bahwa hal ini adalah makruh. (Iqtidho
Shirotil Mustaqim).
E. Pengaruh Bahasa Arab Dalam Kehidupan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Merupakan metode yang baik adalah membiasakan
berkomunikasi dengan bahasa Arab hingga anak kecil sekalipun dilatih berbahasa
Arab di rumah dan di kantor, hingga nampaklah syi’ar Islam dan kaum muslimin.
Hal ini mempermudah kaum muslimin urituk memahami makna Al-Kitab dan As-Sunnah
serta perkataan para salafush shalih. Lain halnya dengan orang yang terbiasa
berbicara dengan satu bahasa lalu ingin pindah ke bahasa lain maka hal itu
sangat sulit baginya. Dan ketahuilah…!!! membiasakan berbahasa Arab sangat
berpengaruh terhadap akal, akhlak dan agama. Juga sangat berpengaruh dalam
usaha mencontoh mereka dan memberi dampak positif terhadap akal, agama dan
tingkah laku.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Sungguh
benar apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahasa Arab
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan, akhlak, agama. Orang yang
pandai bahasa Arab cenderung senang membaca kitab-kitab para ulama yang
berbahasa Arab dan tentu senang juga membaca dan menghafal Al-Qur’an serta
hadits-hadits Rasulullah. Sehingga hal ini bisa memperbagus akhlak dan
agamanya. Berbeda dengan orang yang pandai berbahasa Inggris (namun tanpa
dibekali dengan ilmu agama yang baik), dia cenderung senang membaca buku
berbahasa Inggris yang jelas kebanyakannya merupakan karya orang kafir.
Sehingga mulailah ia mempelajari kehidupan orang kafir sedikit demi sedikit.
Mau tidak mau iapun harus mempelajari cara pengucapan dan percakapan yang benar
melalui mereka, agar dia bisa memperbagus bahasa Inggrisnya. Bisa jadi akhirnya
ia pun senang mempelajari dan menghafal lagu-lagu berbahasa Inggris (yang
kebanyakan isinya berisi maksiat) dan tanpa sadar diapun mengidolakan artis
atau tokoh barat serta senang mengikuti gaya-gaya mereka. Akhlaknya pun mulai
meniru akhlak orang barat (orang kafir), dan mengagungkan orang kafir serta
takjub pada kehebatan mereka. Akhirnya, diapun terjatuh dalam tasyabbuh
(meniru-niru) terhadap orang kafir, menganggap kaum muslimin terbelakang dan
ujung-ujungnya dia lalai dari mempelajari Al-Qur’an dan hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
F. Hukum Mempelajari Bahasa Arab
Syaikhul
Islam Berkata: “Dan sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri bagian dari agama
dan hukum mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah
itu wajib dan keduanya tidaklah bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa
Arab. Hal ini sesuai dengan kaidah:
مَا لاَ
يَتِمٌّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Apa
yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya
wajib.”
Namun
disana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah.
Dan hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah,
dari Umar bin Yazid, beliau berkata: Umar bin Khattab menulis kepada Abu Musa
Al-Asy’ari (yang isinya) “…Pelajarilah As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab dan
I’roblah Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu berbahasa Arab.”
Dan
pada riwayat lain, Beliau (Umar bin Khattab) berkata: “Pelajarilah bahasa Arab
sesungguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian, dan belajarlah faroidh (ilmu
waris) karena sesungguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian.” (Iqtidho
Shirotil Mustaqim).
G. Kiat Sukses Belajar Bahasa Arab
Berikut ini sebagian kiat yang bisa dilakukan untuk
mempercepat penguasaan kaidah bahasa Arab. Kami menuliskannya berdasarkan
pengalaman kami sendiri mengajar bahasa Arab dan membaca kitab sejak beberapa
tahun lamanya -walhamdulillah-:
1. Hendaknya kita mengikhlaskan niat dalam belajar untuk menunaikan
kewajiban kita kepada Allah dan membekali diri dengan ilmu agar bisa beramal
saleh. Karena amal tidak akan diterima tanpa niat dan cara yang benar.
Sementara niat dan cara yang benar tidak akan diperoleh kecuali dengan ilmu.
Oleh sebab itu imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam
Kitabul Ilmi di kitab sahih Bukhari yang berjudul ‘Ilmu sebelum ucapan
dan perbuatan’. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang
artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah
dan mintalah ampunan untuk dosamu…” (QS. Muhammad: 19). Selain itu
hendaknya kita berdoa kepada Allah untuk diberikan ilmu yang bermanfaat.
2. Sebelum lebih jauh mempelajari kaidah bahasa Arab maka sudah
semestinya kita mempelajari cara membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan
hukum-hukum tajwid agar tidak salah dalam membaca atau mengucapkan. Padahal,
salah baca atau salah ucap akan menimbulkan perbedaan makna bahkan
memutarbalikkan fakta. Suatu kata yang seharusnya berkedudukan sebagai pelaku
berubah menjadi objek dan seterusnya. Tentu saja hal ini -membaca dengan benar
serta mengikuti kaidah- tidak bisa disepelekan.
3. Menambah kosakata merupakan salah satu sebab utama untuk
melancarkan proses belajar kaidah dan membaca kitab. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membeli Kamus Bahasa Arab-Indonesia seperti Al-Munawwir, atau
dengan membeli kamus kecil Al-Mufradat yang berisi kosakata yang sering
digunakan dalam kitab-kitab para ulama. Selain itu bisa juga dengan membeli
satu jenis buku dengan 2 versi; asli bahasa Arab dan terjemahan. Dengan
memiliki kitab berbahasa Arab akan memacu pemiliknya untuk bisa membacanya.
Sedangkan dengan terjemahannya akan membantu dalam proses belajar membaca kitab
ketika menemukan kata-kata atau ungkapan yang susah dimengerti.
4. Hendaknya mencari guru yang benar-benar memahami materi kaidah
bahasa Arab dan bisa mengajarkannya. Untuk poin ini mungkin sangat bervariasi
-tidak bisa diberi batasan yang kaku-, karena tingkat pemahaman orang terhadap
kaidah bahasa arab juga bertingkat-tingkat. Hanya saja yang dimaksud di sini
adalah perlunya memilih guru yang mengajarkan materi dengan dasar ilmu bukan
dengan kebodohan.
5. Dibutuhkan kesabaran untuk terus mengikuti pelajaran dan
mengulang-ulang pelajaran (muraja’ah) agar pemahaman yang dimiliki
semakin kuat tertanam. Apabila menemukan hal-hal yang belum dipahami hendaknya
segera menanyakan kepada pengajar atau orang yang lebih tahu dalam hal itu.
Az-Zuhri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu
dicari seiring dengan perjalanan siang dan malam, barangsiapa yang ingin
mendapatkan segudang ilmu secara tiba-tiba niscaya ilmu yang diperolehnya akan
cepat hilang.”
6. Hendaknya bersungguh-sungguh dalam belajar. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan
Kami niscaya Kami pun akan memudahkan baginya jalan-jalan menuju keridhaan
Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
bahwa di dalam ayat ini Allah ta’ala mengaitkan antara hidayah dengan
kesungguh-sungguhan/jihad. Maka orang yang paling besar hidayahnya adalah orang
yang paling besar kesungguhan/jihadnya. Pepatah arab mengatakan, “Barangsiapa
yang bersungguh-sungguh, niscaya dia akan mendapatkan.”
7. Untuk bisa mendukung pembelajaran bahasa Arab bagi pemula maka
mengikuti kajian-kajian kitab berbahasa Arab merupakan salah satu sarana yang
paling efektif untuk membiasakan diri dengan kata atau istilah bahasa Arab yang
termaktub di kitab-kitab para ulama. Kitab-kitab yang sudah semestinya dikaji
oleh pemula adalah kitab-kitab yang membahas perkara-perkara agama yang harus
dipahaminya seperti kitab yang membahas ilmu-ilmu alquran dan tafsir semacam Tafsir Taisir Karimurrahman, tafsir AlMaraghi, dan Ulumul Quran. Apabila tidak bisa
mengikuti secara langsung maka bisa diupayakan dengan mendengarkan CD kajiannya
atau bahkan kalau ada yang berupa format VCD.
8. Membaca buku pelajaran kaidah bahasa Arab. Buku-buku pelajaran
kaidah bahasa Arab dengan pengantar bahasa Indonesia yang bisa didapatkan
misalnya; Ilmu Nahwu Praktis sistem belajar 40 jam karya A. Zakaria (untuk
pemula) dan Ringkasan Kaidah-Kaidah Bahasa Arab karya Ustadz Aunur rafiq
Ghufron, Lc. (untuk menengah).
Urgensi Menguasai Bahasa Arab
Belajar Bahasa
Arab memang sebuah keharusan yang layak dikuasai oleh umat Islam. Sebab sejak
awal mula diturunkan ajaran Islam sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah
bahasa arab.
Al-Quran sebagai kitab suci abadi yang menghapus semua kitab suci yang pernah ada, diturunkan dalam bahasa Arab. Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman yang risalahnya berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi sampai akhir zaman, juga berbahasa arab, tanpa pernah diriwayatkan mampu berbahasa selain arab.
Hadits-hadits nabawi diriwayatkan secara berantai hingga sampai kepada kita melewati masa berabad-abad, juga tertulis dalam bahasa Arab. Bahkan semua kitab yang menjelaskan materi Al-Quran, As-Sunnah serta syariah Islamiyah hasil karya para ulama muslim sedunia sepanjang masa, juga kita warisi dalam bahasa Arab.
Ketika dakwah Islam memasuki pusat-pusat peradaban dunia dan membangun kejayaannya nan gemilang, bahasa yang digunakan juga bahasa Arab. Kala itu bahasa Arab selain resmi menjadi bahasa pemerintahan, juga menjadi bahasa dunia pendidikan, bahasa ilmu pengetahuan serta bahasa rakyat sehari-hari. Padahal negeri-negeri yang dimasuki Islam itu tadinya bukan negeri Arab.
Bahkan ketika Islam masuk ke Mesir dan para penguasa dan rakyatnya masuk Islam, mereka tidak hanya sekedar memeluk Islam sebagai agama, tetapi mereka belajar bahasa Arab, berbicara dengan bahasa Arab dan melupakan bahasa asli peninggalan nenek moyang mereka. Hanya dalam tempo beberapa tahun saja, tidak satu pun bangsa Mesir yang paham bahasa asli mereka. Semua berbicara dengan bahasa Arab, bahkan hingga hari ini. Padahal Mesir itu bukan negeri Arab dan tidak terletak di jazirah Arab. Mesir terletak di benua Afrika, namun rakyat Mesir keseluruhannya berbicara dalam satu bahasa, yaitu bahasa Arab.
Bila kita amati secara seksama, memang ada kecenderungan bahwa di mana ada masuknya dakwah Islam ke suatu negeri hingga mampu mambangun peradaban besar, pastilah negeri itu berubah bahasanya menjadi bahasa Arab. Bahkan bahasa resmi negara sekaligus bahasa rakyat jelata.
Sebaliknya, negeri-negeri yang kurang sempurna proses Islamisasinya, bisa dengan mudah dikenali dari tidak adanya rakyat yang menggunakan bahasa Arab. Paling jauh hanya sekedar serapan-serapan bahasa saja, seperti bangsa kita ini. Bahasa Indonesia (termasuk Melayu) menyerap sangat banyak bahasa Arab ke dalam perbendaharaannya. Begitu banyak kata yang sumbernya dari bahasa Arab, bahkan bisa dikatakan bahwa unsur serapan dari bahasa arab termasuk paling dominan dalam bahasa Indonesia. Namun sayangnya, bangsa ini tidak sempat mampu berbahasa Arab dalam kesehariannya. Apalagi ditambah dengan penjajahan selama ratusan tahun, dimana para penjajah itu memang paham betul bahwa salah satu kekuatan agama Islam adalah pada bahasa Arabnya.
Bila suatu umat muslimin di muka bumi ini tidak bisa bahasa Arab, artinya mereka pasti tidak paham tiap ayat Al-Quran, tidak paham hadits nabi, tidak mengerti apa yang mereka baca dalam zikir, shalat dan doa. Tidak mengerti syariah Islam dan ajaran-ajarannya secara mendetail. Kecuali bila diterjemahkan terlebih dahulu dan dijelaskan satu persatu oleh kiayinya. Dan metode penerjemahan begini tentu saja sangat terbatas keberhasilannya, terlalu lemah dan justru sangat menghambat.
Karena itu, keinginan anda untuk belajar bahasa Arab dan menguasainya adalah sebuah keinginan yang teramat mulia, sehingga perlu didukung penuh. Jangan sampai keinginan itu berhenti hanya karena alasan teknis semata.
Empat Dimensi Penguasaan Bahasa Arab
Menguasai bahasa Arab itu minimal harus menguasai empat sisi.
1. Fahmul Masmu'
Maksudnya kita harus mampu memahami apa yang kita dengar. Jadi kalau ada orang Arab membacakan berita di TV atau sedang berdialog, kita mampu mengerti.
2. Fahmul Maqru'
Maksudnya kita harus mampu memahami teks yang kita baca. Sehingga buku, kitab, majalah, koran atau teks apapun yang tertulis dalam bahasa Arab, mampu kita pahami.
3. Ta'bir Syafahi
Maksudnya kita mampu menyampaikan isi pikiran kita dalam bahasa Arab secara lisan, dimana orang Arab mampu memahami apa yang kita ucapkan.
4. Ta'bir Tahriri
Maksudnya kita mampu menyampaikan pikiran kita kepada orang Arab dengan bentuk tulisan, dimana orang Arab bisa dengan mudah memahami maksud kita.
Problematika Belajar Bahasa Arab
Sebelum anda menentukan pilihan pada lembaga mana anda akan percayakan program belajar bahasa arab anda, sebaiknya anda juga belajar dari beberapa pengalaman mereka yang pernah melakukannya sebelumnya. Juga tidak ada salahnya kalau anda juga mendengarkan pengalaman mereka, baik telah sukses maupun yang gagal.
Kenyataannya memang harus diakui bahwa tekad kuat untuk belajar bahasa Arab, terutama buat kalangan muda muslim yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren berbahasa Arab, seringkali kandas di tengah jalan.
Di Jakarta pernah berdiri puluhan ma'had dan lembaga kursus yang mengajarkan bahasa Arab. Sayangnya, kebanyakan keberhasilannya berjalan terseok-seok, kalau tidak mau dikatakan gagal total. Umumya kurang berhasil dalam mengantarkan para siswanya untuk menjadi orang yang mahir bahasa Arab.
Biasanya, alasan paling klasik adalah lamanya masa belajar dan rasa bosan yang dengan cepat menghantui para pelajar. Apalagi ditambah dengan padatnya aktiftitas peserta di luar jam kursus, sehingga biasanya lembaga kursus itu menyelenggarakan pengajaran bahasa dengan cara non-intensif. Kursus diselenggarakan seminggu sekali, atau seminggu dua kali. Sekali pertemuan hanya 2 atau 3 jam saja. Dilihat dari sisi keintensifannya saja, sudah terbayang kegagalannya.
Semua itu kemudian dipeRprah kualitas pengajar yang umumnya juga orang Indonesia, di mana secara teori mungkin menguasai dasar-dasar gramatika bahasa Arab, tetapi secara dzauq (taste), kemampuan mereka amat terbatas. Banyak sekali para pengajar yang mampu berbicara dalam bahasa Arab, namun dengan ta'bir (cara pengungkapan) yang bukan digunakan oleh orang Arab. Sehingga orang Arab sendiri pun kalau mendengarnya agak berkerut-kerut dahinya sampai 10 lipatan.
Masalah kurikulum pengajaran pun seringkali malah menjadi faktor penghalang besar. Yaitu ketika para peserta dijejali dengan berbagai macam aturan, rumus, kaidah dan tetek bengeknya, tapi kurang praktek langsung. Bisa jadi secara teori mereka sangat paham, tapi giliran harus menggunakan bahasa itu baik secara lisan, tulisan atau pendengaran, semua jadi berantakan alias gagal total. Kasusnya mirip dengan orang yang belajar berenang secara teoritis, menguasai aturan gaya bebas, gaya kupu-kupu, gaya katak dan lainnya. Tapi giliran masuk kolam, tenggelam dan tidak timbul-timbul lagi. Sungguh menyedihkan memang.
Bahasa adalah Aplikasi
Tempat belajar suatu bahasa yang paling baik bukan di dalam sebuah lembaga kursus, juga bukan di dalam sebuah kelas. Tempat belajar yang paling baik adalah di tempat dimana semua orang berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
Kalau anda ingin pandai bahasa Jawa, sebaiknya anda tinggal selama beberapa tahun di Jogjakarta atau di Solo. Terutama di pedesaan dimana masyarakat dengan setia menggunakan bahasa Jawa. Di sana anda bukan hanya belajar kosa kata jawa, tetapi juga mendengar, melihat, memperhatikan, menirukan, serta beradaptasi secara langsung dengan cara komunikasi orang jawa. Sebab bahasa itu bukan sekedar kosa kata, tetapi termasuk juga tutur bahasa, cara mengungkapkan, cara melafalkan, bahkan termasuk bahasa tubuh, mimik dan intonasi. Dan semua bermula dari mendengar setiap saat ucapan. Pagi, siang, sore dan malam hari yang anda dengar hanya percakapan orang-orang dalam bahasa Jawa.
Ini adalah cara belajar bahasa yang paling alami, paling mudah dan paling berhasil. Cara ini telah melahirkan jutaan anak-anak berusia 1 tahun hingga 5 tahun yang mahir berbahasa Jawa. Jangan kaget, kalau di Jogja dan Solo, rata-rata anak kecil mahir berbahasa Jawa (?)
Dan jangan kaget juga kalau di Mesir dan negeri Timur Tengah lainnya, anak-anak mahir berbahasa Arab. Kalau anak kecil saja mahir berbahasa Arab, mengapa anda yang sudah dewasa tidak bisa bahasa Arab?
Kesimpulannya adalah bahwa belajar bahasa itu membutuhkan sebuah komunitas orang-orang yang berkomunikasi dengan bahasa itu. Dimana kita ada di dalamnya dan ikut berinteraksi secara aktif.
Lembaga kursus bahasa Arab yang paling canggih sekalipun, kalau tidak mampu menghadirkan sebuah komunitas berbahasa arab, adalah lembaga yang tidak akan mampu melahirkan lulusan yang mahir berbahasa arab.
Beberapa Contoh
Beberapa pesantren di negeri kita boleh dibilang lumayan berhasil melahirkan santri yang lumayan bisa berbahasa Arab. Katakanlah pesantren Darussalam Gontor Ponorogo (http://gontor.ac.id), tempat dimana banyak tokoh nasional kita saat ini pernah belajar. Tapi keberhasilannya memang ditunjang dengan kebehasilan menciptakan komunitas berbahasa arab. Sebab semua santri tinggal di lingkungan pondok sehari 24 jam selama minimal 6 tahun. Yaitu sejak mereka lulus SD hingga mau masuk perguruan tinggi. Dengan resiko hukuman digunduli kalau ketahuan berbicara bahasa Indonesia.
Contoh lain yang boleh dibilang lumayan sukses adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), yang merupakan sebuah ma'had pengajaran bahasa Arab di bawah naungan Universitas Islam Muhammad ibnu Suud Riyadh. LIPIA berlokasi di Jakarta, namun hampir semua pengajarnya orang arab atau yang pernah bertahun-tahun kuliah di sana. Sehingga dari segi dzauq bahasa, ada kekuatan tersendiri. Setiap hari para mahasiswa ditenggelamkan dengan komunitas orang Arab betulan, sejak jam 7 pagi hingga jam 12 siang selama 7 tahun. Semua pelajaran disampaikan dengan bahasa Arab, meski tidak ada lagi hukuman gundul buat pelanggarnya.
Salah satu faktor keberhasilannya adalah karena setiap calon mahasiswa yang masuk diseleksi terlebih dahulu dengan sangat ketat. Hanya mereka yang lulus tes tertulis dan lisan (wawancara) dengan bahasa dan orang arab saja yang boleh kuliah disitu. Kalau sudah berhasil diwawancarai oleh orang Arab, bukankah sebenarnya sudah boleh dikatakan bisa berbahasa Arab?
Tapi LIPIA pun sempat merasakan kegagalan ketika membuka kelas non intensif yang hari kuliahnya hanya sore hari, itupun hanya 2 kali seminggu. Akhirnya, program ini dinilai kurang efektif dan tidak memenuhi target, lalu dibubarkan hingga sekarang ini. Keterangan lebih lanjur tentang LIPIA bisa anda buka di situsnya http://lipia.org
Kesimpulan
Menyimpulkan dari kisah sukses dua contoh lembaga pendidikan di atas, kuncinya adalah:
1. Adanya komunitas berbahasa arab yang tulen dan pekat
2. Masa pendidikan yang intensif, rutin dan padat
3. Waktu belajar yang cukup lama
4. Kemauan keras yang tidak pernah padam
Kunci yang terakhir itu menjadi faktor penentu terakhir, sebab tidak sedikit mereka yang sudah pernah masuk ke lembaga di atas, tetapi akhirnya tidak kuat di tengah jalan, kemudian jalan di tempat, berhenti dan mogok. Kalau keinginan yang dimiliki hanya sekedar semangat di awalnya saja, biasanya memang tidak akan bertahan lama.
Sedangkan kisah tidak sukses pengajaran bahasa asing di negeri kita adalah pelajaran bahasaInggris di SMP dan SMU. Bahkan sejak SD ditambah lagi di perguruan tinggi. Kalau dihitung-hitung, paling tidak setiap mahasiswa di negeri ini pernah belajar bahasa Inggris paling tidak selama 10 tahun. Tapi hasilnya? Sulit menemukan mahasiswa Indonesia yang mampu berbicara fasih dalam bahasa Inggris, bahkan sekedar memahami atau atau membaca teks berbahasa Inggris pun masih sangat lemah. Apalagi kalau diminta berkomunikasi langsung dengan orang yang berbahasa Inggris.
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Al-Quran sebagai kitab suci abadi yang menghapus semua kitab suci yang pernah ada, diturunkan dalam bahasa Arab. Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman yang risalahnya berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi sampai akhir zaman, juga berbahasa arab, tanpa pernah diriwayatkan mampu berbahasa selain arab.
Hadits-hadits nabawi diriwayatkan secara berantai hingga sampai kepada kita melewati masa berabad-abad, juga tertulis dalam bahasa Arab. Bahkan semua kitab yang menjelaskan materi Al-Quran, As-Sunnah serta syariah Islamiyah hasil karya para ulama muslim sedunia sepanjang masa, juga kita warisi dalam bahasa Arab.
Ketika dakwah Islam memasuki pusat-pusat peradaban dunia dan membangun kejayaannya nan gemilang, bahasa yang digunakan juga bahasa Arab. Kala itu bahasa Arab selain resmi menjadi bahasa pemerintahan, juga menjadi bahasa dunia pendidikan, bahasa ilmu pengetahuan serta bahasa rakyat sehari-hari. Padahal negeri-negeri yang dimasuki Islam itu tadinya bukan negeri Arab.
Bahkan ketika Islam masuk ke Mesir dan para penguasa dan rakyatnya masuk Islam, mereka tidak hanya sekedar memeluk Islam sebagai agama, tetapi mereka belajar bahasa Arab, berbicara dengan bahasa Arab dan melupakan bahasa asli peninggalan nenek moyang mereka. Hanya dalam tempo beberapa tahun saja, tidak satu pun bangsa Mesir yang paham bahasa asli mereka. Semua berbicara dengan bahasa Arab, bahkan hingga hari ini. Padahal Mesir itu bukan negeri Arab dan tidak terletak di jazirah Arab. Mesir terletak di benua Afrika, namun rakyat Mesir keseluruhannya berbicara dalam satu bahasa, yaitu bahasa Arab.
Bila kita amati secara seksama, memang ada kecenderungan bahwa di mana ada masuknya dakwah Islam ke suatu negeri hingga mampu mambangun peradaban besar, pastilah negeri itu berubah bahasanya menjadi bahasa Arab. Bahkan bahasa resmi negara sekaligus bahasa rakyat jelata.
Sebaliknya, negeri-negeri yang kurang sempurna proses Islamisasinya, bisa dengan mudah dikenali dari tidak adanya rakyat yang menggunakan bahasa Arab. Paling jauh hanya sekedar serapan-serapan bahasa saja, seperti bangsa kita ini. Bahasa Indonesia (termasuk Melayu) menyerap sangat banyak bahasa Arab ke dalam perbendaharaannya. Begitu banyak kata yang sumbernya dari bahasa Arab, bahkan bisa dikatakan bahwa unsur serapan dari bahasa arab termasuk paling dominan dalam bahasa Indonesia. Namun sayangnya, bangsa ini tidak sempat mampu berbahasa Arab dalam kesehariannya. Apalagi ditambah dengan penjajahan selama ratusan tahun, dimana para penjajah itu memang paham betul bahwa salah satu kekuatan agama Islam adalah pada bahasa Arabnya.
Bila suatu umat muslimin di muka bumi ini tidak bisa bahasa Arab, artinya mereka pasti tidak paham tiap ayat Al-Quran, tidak paham hadits nabi, tidak mengerti apa yang mereka baca dalam zikir, shalat dan doa. Tidak mengerti syariah Islam dan ajaran-ajarannya secara mendetail. Kecuali bila diterjemahkan terlebih dahulu dan dijelaskan satu persatu oleh kiayinya. Dan metode penerjemahan begini tentu saja sangat terbatas keberhasilannya, terlalu lemah dan justru sangat menghambat.
Karena itu, keinginan anda untuk belajar bahasa Arab dan menguasainya adalah sebuah keinginan yang teramat mulia, sehingga perlu didukung penuh. Jangan sampai keinginan itu berhenti hanya karena alasan teknis semata.
Empat Dimensi Penguasaan Bahasa Arab
Menguasai bahasa Arab itu minimal harus menguasai empat sisi.
1. Fahmul Masmu'
Maksudnya kita harus mampu memahami apa yang kita dengar. Jadi kalau ada orang Arab membacakan berita di TV atau sedang berdialog, kita mampu mengerti.
2. Fahmul Maqru'
Maksudnya kita harus mampu memahami teks yang kita baca. Sehingga buku, kitab, majalah, koran atau teks apapun yang tertulis dalam bahasa Arab, mampu kita pahami.
3. Ta'bir Syafahi
Maksudnya kita mampu menyampaikan isi pikiran kita dalam bahasa Arab secara lisan, dimana orang Arab mampu memahami apa yang kita ucapkan.
4. Ta'bir Tahriri
Maksudnya kita mampu menyampaikan pikiran kita kepada orang Arab dengan bentuk tulisan, dimana orang Arab bisa dengan mudah memahami maksud kita.
Problematika Belajar Bahasa Arab
Sebelum anda menentukan pilihan pada lembaga mana anda akan percayakan program belajar bahasa arab anda, sebaiknya anda juga belajar dari beberapa pengalaman mereka yang pernah melakukannya sebelumnya. Juga tidak ada salahnya kalau anda juga mendengarkan pengalaman mereka, baik telah sukses maupun yang gagal.
Kenyataannya memang harus diakui bahwa tekad kuat untuk belajar bahasa Arab, terutama buat kalangan muda muslim yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren berbahasa Arab, seringkali kandas di tengah jalan.
Di Jakarta pernah berdiri puluhan ma'had dan lembaga kursus yang mengajarkan bahasa Arab. Sayangnya, kebanyakan keberhasilannya berjalan terseok-seok, kalau tidak mau dikatakan gagal total. Umumya kurang berhasil dalam mengantarkan para siswanya untuk menjadi orang yang mahir bahasa Arab.
Biasanya, alasan paling klasik adalah lamanya masa belajar dan rasa bosan yang dengan cepat menghantui para pelajar. Apalagi ditambah dengan padatnya aktiftitas peserta di luar jam kursus, sehingga biasanya lembaga kursus itu menyelenggarakan pengajaran bahasa dengan cara non-intensif. Kursus diselenggarakan seminggu sekali, atau seminggu dua kali. Sekali pertemuan hanya 2 atau 3 jam saja. Dilihat dari sisi keintensifannya saja, sudah terbayang kegagalannya.
Semua itu kemudian dipeRprah kualitas pengajar yang umumnya juga orang Indonesia, di mana secara teori mungkin menguasai dasar-dasar gramatika bahasa Arab, tetapi secara dzauq (taste), kemampuan mereka amat terbatas. Banyak sekali para pengajar yang mampu berbicara dalam bahasa Arab, namun dengan ta'bir (cara pengungkapan) yang bukan digunakan oleh orang Arab. Sehingga orang Arab sendiri pun kalau mendengarnya agak berkerut-kerut dahinya sampai 10 lipatan.
Masalah kurikulum pengajaran pun seringkali malah menjadi faktor penghalang besar. Yaitu ketika para peserta dijejali dengan berbagai macam aturan, rumus, kaidah dan tetek bengeknya, tapi kurang praktek langsung. Bisa jadi secara teori mereka sangat paham, tapi giliran harus menggunakan bahasa itu baik secara lisan, tulisan atau pendengaran, semua jadi berantakan alias gagal total. Kasusnya mirip dengan orang yang belajar berenang secara teoritis, menguasai aturan gaya bebas, gaya kupu-kupu, gaya katak dan lainnya. Tapi giliran masuk kolam, tenggelam dan tidak timbul-timbul lagi. Sungguh menyedihkan memang.
Bahasa adalah Aplikasi
Tempat belajar suatu bahasa yang paling baik bukan di dalam sebuah lembaga kursus, juga bukan di dalam sebuah kelas. Tempat belajar yang paling baik adalah di tempat dimana semua orang berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
Kalau anda ingin pandai bahasa Jawa, sebaiknya anda tinggal selama beberapa tahun di Jogjakarta atau di Solo. Terutama di pedesaan dimana masyarakat dengan setia menggunakan bahasa Jawa. Di sana anda bukan hanya belajar kosa kata jawa, tetapi juga mendengar, melihat, memperhatikan, menirukan, serta beradaptasi secara langsung dengan cara komunikasi orang jawa. Sebab bahasa itu bukan sekedar kosa kata, tetapi termasuk juga tutur bahasa, cara mengungkapkan, cara melafalkan, bahkan termasuk bahasa tubuh, mimik dan intonasi. Dan semua bermula dari mendengar setiap saat ucapan. Pagi, siang, sore dan malam hari yang anda dengar hanya percakapan orang-orang dalam bahasa Jawa.
Ini adalah cara belajar bahasa yang paling alami, paling mudah dan paling berhasil. Cara ini telah melahirkan jutaan anak-anak berusia 1 tahun hingga 5 tahun yang mahir berbahasa Jawa. Jangan kaget, kalau di Jogja dan Solo, rata-rata anak kecil mahir berbahasa Jawa (?)
Dan jangan kaget juga kalau di Mesir dan negeri Timur Tengah lainnya, anak-anak mahir berbahasa Arab. Kalau anak kecil saja mahir berbahasa Arab, mengapa anda yang sudah dewasa tidak bisa bahasa Arab?
Kesimpulannya adalah bahwa belajar bahasa itu membutuhkan sebuah komunitas orang-orang yang berkomunikasi dengan bahasa itu. Dimana kita ada di dalamnya dan ikut berinteraksi secara aktif.
Lembaga kursus bahasa Arab yang paling canggih sekalipun, kalau tidak mampu menghadirkan sebuah komunitas berbahasa arab, adalah lembaga yang tidak akan mampu melahirkan lulusan yang mahir berbahasa arab.
Beberapa Contoh
Beberapa pesantren di negeri kita boleh dibilang lumayan berhasil melahirkan santri yang lumayan bisa berbahasa Arab. Katakanlah pesantren Darussalam Gontor Ponorogo (http://gontor.ac.id), tempat dimana banyak tokoh nasional kita saat ini pernah belajar. Tapi keberhasilannya memang ditunjang dengan kebehasilan menciptakan komunitas berbahasa arab. Sebab semua santri tinggal di lingkungan pondok sehari 24 jam selama minimal 6 tahun. Yaitu sejak mereka lulus SD hingga mau masuk perguruan tinggi. Dengan resiko hukuman digunduli kalau ketahuan berbicara bahasa Indonesia.
Contoh lain yang boleh dibilang lumayan sukses adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), yang merupakan sebuah ma'had pengajaran bahasa Arab di bawah naungan Universitas Islam Muhammad ibnu Suud Riyadh. LIPIA berlokasi di Jakarta, namun hampir semua pengajarnya orang arab atau yang pernah bertahun-tahun kuliah di sana. Sehingga dari segi dzauq bahasa, ada kekuatan tersendiri. Setiap hari para mahasiswa ditenggelamkan dengan komunitas orang Arab betulan, sejak jam 7 pagi hingga jam 12 siang selama 7 tahun. Semua pelajaran disampaikan dengan bahasa Arab, meski tidak ada lagi hukuman gundul buat pelanggarnya.
Salah satu faktor keberhasilannya adalah karena setiap calon mahasiswa yang masuk diseleksi terlebih dahulu dengan sangat ketat. Hanya mereka yang lulus tes tertulis dan lisan (wawancara) dengan bahasa dan orang arab saja yang boleh kuliah disitu. Kalau sudah berhasil diwawancarai oleh orang Arab, bukankah sebenarnya sudah boleh dikatakan bisa berbahasa Arab?
Tapi LIPIA pun sempat merasakan kegagalan ketika membuka kelas non intensif yang hari kuliahnya hanya sore hari, itupun hanya 2 kali seminggu. Akhirnya, program ini dinilai kurang efektif dan tidak memenuhi target, lalu dibubarkan hingga sekarang ini. Keterangan lebih lanjur tentang LIPIA bisa anda buka di situsnya http://lipia.org
Kesimpulan
Menyimpulkan dari kisah sukses dua contoh lembaga pendidikan di atas, kuncinya adalah:
1. Adanya komunitas berbahasa arab yang tulen dan pekat
2. Masa pendidikan yang intensif, rutin dan padat
3. Waktu belajar yang cukup lama
4. Kemauan keras yang tidak pernah padam
Kunci yang terakhir itu menjadi faktor penentu terakhir, sebab tidak sedikit mereka yang sudah pernah masuk ke lembaga di atas, tetapi akhirnya tidak kuat di tengah jalan, kemudian jalan di tempat, berhenti dan mogok. Kalau keinginan yang dimiliki hanya sekedar semangat di awalnya saja, biasanya memang tidak akan bertahan lama.
Sedangkan kisah tidak sukses pengajaran bahasa asing di negeri kita adalah pelajaran bahasaInggris di SMP dan SMU. Bahkan sejak SD ditambah lagi di perguruan tinggi. Kalau dihitung-hitung, paling tidak setiap mahasiswa di negeri ini pernah belajar bahasa Inggris paling tidak selama 10 tahun. Tapi hasilnya? Sulit menemukan mahasiswa Indonesia yang mampu berbicara fasih dalam bahasa Inggris, bahkan sekedar memahami atau atau membaca teks berbahasa Inggris pun masih sangat lemah. Apalagi kalau diminta berkomunikasi langsung dengan orang yang berbahasa Inggris.
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
0 komentar:
Posting Komentar